A.
Masa Anak-anak
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Universitas Otago, di Dunedin New Zeland pada
1000 anak-anak yang diteliti selama 23 tahun dan diamati kepribadiannya, dan
diteliti kembali pada usia 18 dan 21 tahun, dan kemudian ketika mereka berusia
26 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang ketika
usia 3 tahun telah diagnosa sebagai uncontrollable toddlers (anak yang
sulit diatur, pemarah dan pembangkang), ternyata ketika usia 18 tahun menjadi
remaja yang bermasalah, agresif, dan mempunyai masalah pergaulan. Pada usia 21
tahun mereka sulit membina hubungan sosil dengan orang lain dan ada yang
terlibat dalam tindakan kriminal. Begitu pula sebaliknya anak-anak usia 3 tahun
yang sehat jiwanya, ternyata setelah dewasa menjadi orang—orang yang berhasil
dan sehat jiwanya[1]
Masa anak-anak
dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh dengan ketergantungan, yakni
kira-kira usia 2 -13 tahun. Sejumlah ahli membagi masa anak-anak menjadi dua,
yaitu masa anak-anak awal dan masa
anak-anak akhir. Masa anak-anak awal berlangsung dari usia 2-6 tahun, dan masa
anak-anak akhir dari usia 6 tahun sampai
anak matang secara seksual[2]
B.
Perkembangan Masa Anak-anak Awal (umur 2-6 tahun)
a.
Perkembangan Fisik
Perkembangan
masa anak-anak awal atau sering disebut dengan masa prasekolah, yakni usia 2-6
tahun[3]
Selama masa anak-anak awal, pertmbuhan fisik berlangsung lambat dibandingkan
dengan tingkat pertumbuhan selama masa bayi. Pertumbuhan fisik yang lambat
dipengaruhi oleh asupan gizi yang kurang memadai maupun imunisasi yang tidak
teratur.[4]
Mussen, conger
& Kagan dalam Samsunuwiyati (2013:128) menyatakan:
Tinggi
rata-rata anak bertumbuh 2,5 inci dan berat bertambah antara 2,5 hingg 3,5 kg
setiap tahunnya. Pada usia 3 tahun, tinggi anak sekitar 38 inci dan beratnya
sekitar 16,5 kg. Pada usia 5 tahun, tinggi anak mencapai 43,6 inci dan beratnya
21,5 kg.
Ketika anak
usia prasekolah bertumbuh makin besar, persentase pertumbuhan dalam tinggi dan
berat berkurang setiap tahun. Selama masa ini baik laki-laki maupun perempuan
terlihat makin langsing sementara batang tubuh mereka makin panjang.
Pertumbuhan
otak dan perkembangan sistem saraf berkelanjutan terjadi pada awal masa
anak-anak. Pada usia 2 tahun, ukuran otaknya rata-rata 75% dari otaknya orang
dewasa dan pada usia 5 tahun ukuran otaknya telah mencapai sekitar 90% otak
orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah dan ukuran urat saraf
yang berujung di dalam dan di antara daerah-daerah otak serta pertambahan
myelination, yaitu suatu proses di mana sel-sel urat saraf ditutup dan disekat
dengan lapisan sel-sel lemak. Beberapa ahli psikologi perkembangan percaya
bahwa myelination adalah penting dalam
pematangan sejumlah kemampuan anak karena proses ini berdampak pada peningkatan
kecepatan informasi[5].
Hasil riset otak
mutakhir bahwa pada masa 3 tahun pertama adalah membangun fondasi struktur otak
yang berdampak permanen. Ketika anak dilahirkan ada 100 milyar neuron dan 50
triliun synapse, dan selanjutnya ada
1000 triliun synapse yang dibentuk. Synapse akan menetap bila membentuk sirkuit
aktif atau sering berfungsi, sedangkan
sirkuit fungsional dibentuk melalui stimulasi yang konsisten, teratur berulang
dan tuntas (selesai). Peran aktif pengasuh sangat penting untuk menstimulasi
pengalaman anak yakni mengulang aktivitas yang sama dan mengeksplorasi hal-hal
baru.[6]
Yang menentukan
kecerdasan adalah jumlah interkoneksi (hubungan antar sel syaraf) bukan jumlah
sel otak ataupun ukurannya. Maxwell Malt seorang peneliti asal Amerika dalam
Ratna Megawangi (2008:9) mengatakan: “Jika manusia dapat mengaktifkan sekitar
7% dari sel otaknya, maka gambaran kecerdasan orang itu adalah bisa menguasai
12 bahasa dunia, memiliki 5 gelar kesarjanaan dan hafal ensiklopedi lembar demi
lembar”. Adapun makanan otak hanya ada empat yaitu:
1.
Oxygen
: Otak dapat bekerja secara optimal dengan latihan fisik
2.
Nutrition:
Menyuplai energi untuk otak seperti: DHA, Asam Folat, zat besi dll
3.
Love:
Otak dapat bertahan dan tumbuh (sistem syaraf mental)
4.
Information:
menjadikan otak tumbuh dan berkembang.
Perkembangan
fisik anak ditandai dengan berkembangnya ketrampilan motorik, baik kasar maupun
halus. Usia 3 tahun anak sudah bisa berjalan dengan baik, usia 4 tahun anak
hampir menguasai cara berjalan orang dewasa, dan usia 5 tahun anak sudah
terampil menggunakan kakinya untuk berjalan dengan berbagai cara, seperti
maju-mundur, berlari, melompat dll, begitu juga mereka dapat melakukan tindakan
tertentu secara akurat seperti menangkap bola, menggunting, menggambar dll.
b.
Perkembangan Kognitif
Dengan
meningkatnya kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan karena bertambah
besarnya kordinasi dan pengendalian motorik yang disertai dengan meningkatnya
kemampuan bertanya dengan menggunakan kata-kata yang dimengerti orang lain,
maka dunia kognitif anak berkembang pesat, makin kreatif, bebas dan imajinatif.
Peningkatan pengertian anak tentang orang, benda dan situasi baru diasosiasikan
dengan arti-arti yang telah dipelajari selama masa bayi.
Ø Teori Piaget
Dalam teori
perkembangan kognitif, Piaget menjelaskan,
bahwa masa anak-anak awal dinamakan
tahap praoperasional (praoperational stage), yakni menunjukkan
keterbatasan anak pada aktivitas mental yang memungkinkan anak memikirkan
pengalaman-pengalaman yang dialaminya. Pemikiran Praoperasional dibagi ke dalam
dua subtahap, yaitu subtahap prakonseptual dan subtahap pemikiran intuitif[7]
Subtahap
prakonseptual disebut juga dengan pemikiran simbolik (symbolic though)
terjadi pada anak usia 2-4 tahun dengan karakteristik utama ditandai dengan
munculnya sistem-sistem lambang atau simbol misalnya menggambarkan pisau yang
terbuat dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang
sesungguhnya. Kata pisau sendiri bisa mewakili sesuatu yang abstrak seperti
dari bentuk atau tajamnya. Sedangkan tulisan “pisau” akan memberikan tanggapan
tertentu.
Kemunculan
fungsi simbolis ditunjukkan dengan perkembangan bahasa yang cepat, permainan
imajinatif dan peningkatan dalam peniruan. Perkembangan bahasa dalam fase
prakonseptual dianggap sebagai hasil perkembangan simbolisasi. Ketika simbol
penggunaan bahasa dimulai , maka terjadi peningkatan dalam kemampuan memecahkan
masalah dan belajar dari kata-kata lain.
Subtahap
Intuitif terjadi pada anak usia 4-7 tahun. Pada tahapan ini simbol-simbol anak
meningkat kompleks, namun proses penalaran dan pemikirannya masih mempunyai
ciri-ciri keterbatasan tertentu dan karakteristik lain adalah pemusatan
perhatian pada satu dimensi dan mengesampingkan dimensi yang lain (centration).
Serangkaian
pertanyaan yang diajukan anak, menunjukkan perkembangan mentalnya dan
mencerminkan rasa keingintahuan intelektual, serta menandai munculnya minat
anak-anak dalam penalaran.
Pengetahuan anak
akan dibangun (Constructivism) melalui pengalaman/ action konkrit.
Setiap pengalaman baru akan membangun pengetahuannya melalui proses asimilasi,
yakni mengetahui sesuatu karena sudah ada pengalaman sebelumnya dan proses akomodasi,
yakni proses memodifikasi apa yang diketahui sebelumnya karena menghadapi
fenomena baru[8].
Ø Perkembangan Persepsi
Pada periode
prasekolah, penglihatan merupakan sumber informasi penting mengalami
peningkatan. Persepsi visual ini terjadi melalui dua cara/bentuk. Pertama Diskriminasi
visual (visual discrimination), yaitu kemampuan untuk melihat
perbedaan-perbedaan terhadap yang mereka lihat. Kedua, Integrasi visual
(visual integration), yaitu kemampuan untuk mengkordinasikan beberapa
penglihatan dengan tindakan-tindakan fisik secara tepat namun dengan
keterbatasan[9].
Contohnya, untuk berkomentar tentang lukisannya maka anak akan berhenti sejenak
dari pekerjaannya karena tidak dapat melakukan pekerjaan sambil berbicara.
Pada tahapan
ini pendengaran anak prasekolah lebih cepat dari persepsi visualnya, pada usia
2-3 tahun ketajaman pendengaran anak pada umumnya telah berkembang sangat baik,
mampu mendengarkan suara kecil atau lunak seperti halnya orang dewasa.
Ø Perkembangan Memori
Mengukur memori
anak-anak lebih mudah dibandingkan dengan bayi, karena anak-anak telah dapat
memberikan reaksi secara verbal namun masih kesulitan memahami
perintah-perintah dalam pelaksanaan tugas. Dalam memori jangka pendek (short-term
memory), kekuatan anak menyimpan informasi selama 15 hingga 30 detik,
dengan asumsi tidak ada latihan atau pengulangan. Memori rekognisi (recognition), yakni suatu
kesadaran bahwa suatu objek itu sudah dikenalnya atau sudah dipelajarinya pada
masa lalu. Anak usia 4 tahun mencapai ketepatan 75% dari waktunya dalam
merekognisi gambar-gambar yang telah diperlihatkan satu minggu sebelumnya. Hal
ini menunjukkan bahwa anak-anak memiliki memori rekognisi yang baik sekalipun
telah mengalami penundaan untuk jangka waktu yang lama. [10]
Ø Perkembangan Atensi
Atensi (attention)
merupakan sebuah konsep multidimensional yang digunakan untuk menggambarkan
perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam sistem kognitif. Atensi pada
anak telah berkembang sejak masa bayi. Aspek –aspek atensi yang berkembang pada masa bayi ini memiliki arti yang sangat
penting selama tahun-tahun prasekolah. Hilangnya atensi (habituation) dan
pulihnya atensi (dishabituation) bila diukur pada 6 bulan pertama masa
bayi, berkaitan dengan tingginya kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah
Ø Perkembangan Bahasa
Pada fase
prakonseptual, pemikiran simbolis anak-anak
mengalami perkembangan bahasa yang pesat. Penguasaan kosa kata anak juga
meningkat pesat. Anak mengucapkan kalimat yang makin panjang dan makin bagus.
Schaerlaekens dalam Mar’at (2013:139)
mengatakan bahwa membedakan perkembangan
bahasa pada masa anak-anak ada tiga, yaitu periode pra-lingual (kalimat
satu kata), periode lingual awal (kalimat dua kata) dari 1 hingga 2,5
tahun, dan periode differensiasi (kalimat tiga kata dengan bertambahnya
diferensiasi pada kelompok kata dan kecapan verbal)
c.
Perkembangan Psikososial
Masa awal
anak-anak ditandai dengan perkembangan psikososial yang cukup pesat disamping
perkembangan fisik dan kognitif di
antaranya permainan, hubungan dengan orang lain dan perkembangan moral.
Permainan merupakan
bentuk aktivitas sosial yang dominan pada awal masa anak-anak. Hetherington
& Parke dalam Mar’at (2013:141) mendefinisikan: “Permainan bagi anak-anak
adalah suatu bentuk aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata
untuk aktivitas sendiri, bukan karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkaan
dari aktivitas tersebut”. Permainan memiliki tiga fungsi utama yaitu:
Ø Fungsi Kognitif Permainan, membantu perkembangan kognitif anak
sehingga dapat menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek di sekitarnya
dan belajar memecahkan masalah yang dihadapinya.
Ø Fungsi Sosial Permainan, dapat meningkatkan perkembangan sosial
anak khususnya dalam permainan fantasi (bermain peran) anak belajar memahami orang
lain.
Ø Fungsi Emosi Permainan, memungkinkan anak untuk memecahkan sebagian
dari masalah emosionalnya, belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin.
Menurut
pakar teori kognitif mengidentifikasi 4 macam permainan yang berkembang sejalan
dengan tahap-tahap perkembangan kognitif yaitu:
1.
Permainan
Fungsional (functional play), yakni gerakan yang diulang-ulang seperti
anak berlari-lari di sekitar arena permainan tanpa suatu alasan yang jelas
kecuali hanya karena kesenangan berlari semata.
2.
Permainan
Konstruktif (constructive play), bentuk permainan yang menggunakan objek-objek
fisik untuk membangun atau membuat sesuatu.
3.
Permainan
Dramatik (dramatic play), bentuk permainan yang dilakukan secara
berpura-pura (bermain peran)
4.
Permainan
dengan aturan (games with play), Permainan dengan aturan dan sering kali berkompetisi dengan satu atau
lebih.
Ø Perkembangan Hubungan dengan orangtua
Pada masa
prasekolah hubungan orangtua atau
pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Salah satu aspek penting
dalam hubungan orangtua dan anak adalah gaya /pola pengasuhan, yakni cara
pengasuh dalam memberikan asuhan kepada anak meliputi: (1)pola asuh makan, (2)
pola asuh afeksi, (3) pola asuh disipin, (4) pola asuh sosial dan (5) pola asuh
rangsangan mental.
Pengasuhan
menurut D. Baumrind dalam Ratna Megawangi (2008: 15) terbagi menjadi tiga yaitu
autoritarian, permissive dan autoritatif.
1.
Autoritarian (otoriter), Orangtua membuat semua keputusan, kaku, anak harus
patuh dan tidak boleh bertanya sehingga anak kehilangan kebebasan dan
kemandirian untuk bertingkah laku karena aturan yang tidak fleksibel
2.
Permissive (permisif), Anak diberi kebebasan penuh untuk mengungkapkan
keinginan dan kemauannyaserta diberi kebebasan untuk memilih.
3.
Autoritatif
(demokrasi), orangtua menjelaskan tuntutannya kepada anak, responsif
terhadap anak, menyusun standar yang jelas, mengawasi dan mengarahkan tingkah
laku.
Ø Perkembangan Hubungan dengan Teman
Sebaya.
Perkembangan
psikososial dan kepribadian sejak usia prasekolah hingga akhir masa sekolah
ditandai oleh semakin meluasnya pergaulan sosial, terutama dengan teman sebaya.
Teman sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai
semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri
seperti kesamaan tingkat usia.[11]
Hubungan sosial
dengan teman sebaya memiliki arti sangat penting bagi perkembangan pribadi
anak. Fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu
sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak
menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman
sebaya. Anak-anak mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau
lebih jelek dari anak-anak lain. Orang lain dijadikan tolok ukur untuk
membandingkan dirinya. Proses perbandingan sosial ini merupakan dasar dari
pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri anak.
Ø Perkembangan Moral
Seiring dengan
perkembangan sosial, anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan
moral. Santrock dalam Mar’at (2013:149) menjelaskan bahwa “perkembangan moral adalah perkembangan yang
berkaitan dengan atauran dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain”. Anak-anak ketika dilahirkan
tidak memiliki moral, tetapi dalam dirinya
terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan.
Perkembangan
moral anak-anak prasekolah dibagi dua fase yaitu: 1). fase berfikir egosentris
(self-oriented Moralit)), 2). fase patuh tanpa syarat (authority-oriented
morality).[12]
1)
Fase Berfikir Egosentris
Lickona
mengatakan fase ini berkisar pada usia 4 tahun, sedangkan Kohlberg bisa bermula
dari 1-5 tahun yang disebut masa pre-conventional morality, yaitu
tahapan reward and punihment (hadiah dan hukuman). Menurut Erikson anak
pada usia 1-3 tahun adalah masa pembentukan autonomy versus shame and doubt
(kemandirian lawan malu dan keraguan). Pada masa ini anak mau berbuat baik
kalau ada insentif (hadiah atau pujian), dan takut mendapatkan hukuman kalau
bersalah. Anak yang terlalu banyak dilarang dan dimarahi tidak akan terbentuk
rasa kemandiriannya, sehingga anak menjadi pemalu dan tidak percaya diri.
menghadapi anak ini adalah dengan memberi arahan lembut dan tegas dan
memberikan alasan yang jelas mengapa sebuah perbuatan dilarang dilakukan.
2)
Fase Patuh Tanpa Syarat (authority- oriented morality)
Menurut Brofenbenner
fase ini disebut authority- oriented morality (moralitas berdasarkan
figur otoritas), yaitu anak percaya sekali kepada definisi baik dan buruk
menurut figur otoritas, seperti orangtua dan guru. Menurut Thomas Lickona, fase
ini berkisar antara usia 4,5 -6 tahun. Yang disebut fase patuh tanpa syarat.
Anak-anak pada usia ini lebih mudah menurut dan di ajak kerja sama, sehingga
mereka mudah mengerjakan perintah orangtua dan guru. Pada masa ini Erikson
menyebutnya sebagai fase iniative versus guilt (inisiatif lawan rasa bersalah).
Mereka harus diberi kesempatan untuk memilih dan menyalurkan kreativitasnya.
Mereka dapat diberikan tanggungjawab atas perilakunya, mainan serta hewan
peliharaannya.
Pada usia
berikutnya (6,5-8 tahun), Thomas Lickona mengatakan bahwa ada perbedaan ciri
perkembangan moral pada tahap sebelumnya (4,5-6 tahun). Mereka berbuat baik
masih dalam tahap egosentris, yaitu untuk kepentingan pribadi dan membalas
kebaikan kepada yang berbuat baik kepadanya.
C.
Perkembangan Masa
Pertengahan dan Akhir Anak-anak
Masa
pertengahan dan akhir anak-anak merupakan kelanjutan dalam masa awal anak-anak.
Periode ini berlangsung dari usia 6 tahun hingga tiba saatnya individu menjadi
matang secara seksual. Permulaan periode ini
ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu sekolah dasar yang membawa
perubahan besar dalam pola kehidupannya seperti terjadinya perubahan dalam
sikap, nilai dan perilaku.[13]
a.
Perkembangan Fisik
Sampai dengan
usia 6 tahun terlihat badan anak bagian atas berkembang lebih lambat daripada
bagian bawah. Selama masa akhir anak-anak, tinggi bertumbuh sekitar 5 hingga 6%
dan berat badan bertambah sekitar 10% setiap tahun. Pada masa ini peningkatan
berat badan anak lebih banyak daripada panjang badannya.
Pertumbuhan
fisik selama masa ini memberikan kemampuan pada anak-anak untuk berpartisipasi
dalam berbagai aktivitas baru, tetapi juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalan
dan kesulitan-kesulitan secara fisik dan psikologi bagi mereka. Pada usia 7-10
tahun koordinasi motorik halus anak berkembang. Pada usia 10-12 tahun mereka memperlihatkan gerakan-gerakan
yang kompleks, rumit dan cepat untuk menghasilkan karya yang kerajinan yang
bermutu bagus.
b.
Perkembangan Kognitif
Menurut teori
kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran
operasional konkrit (concrete operational thought). Yang dimaksud dengan
operasi adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema
. sedangkan operasi konkrit adalah aktifitas mental yang yang difokuskan pada
objek-objek yang nyata atau konkrit dapat diukur.
Johnson &
Medinnus dalam Mar’at (2013:156) berpendapat bahwa Anak-anaak pada masa konkrit
operasional ini telah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk
berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak karena pada masa
ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi:
negasi/ negation (anak memahami proses
apa yang terjadi di antara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara
keduanya), resiprokasi (hubungan timbal balik) dan identitas (sudah bisa
mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu).
Istilah Emotional
Intellegence yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman berdasarkan hasil
penelitian tentang neurolog dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan
emosional sama pentingnya dengan
kecerdasan intelektual. Goleman berkesimpulan bahwa manusia memiliki dua
potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional[14].
Dengan
berkembangnya teknologi pencitraan otak / brain imaging (sebuah teknologi
yang kini membantu para ilmuwan dalam memetakan hati manusia) semakin
memperkuat keyakinan bahwa otak memiliki bagian rasional dan emosional yang
saling bergantung.
Kecerdaasan
emosional merujuk pada kemampuan perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi
mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi saling melengkapi dengan
kecerdasan akademik yaitu kemampuan –kemampuaan kognitif murni yang diukur
dengan IQ. Banyak oarang cerdas (IQ) tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi,
sehingga dalam bekerja ia menjadi bawahan orang yang ber IQ lebih rendah tetapi unggul dalam ketrampilan
kecerdasan emosi.
c.
Perkembangan Psikososial
Pada masa ini
mereka mulai sekolah dan mereka sudah mempelajari sesuatu yang berhubungan
dengan manusia serta mulai mempelajari berbagai ketrampilan praktis. Relasi
dengan keluarga dan teman sebaya terus memainkan peranan penting. Sekolah dan
relasi relasi dengan para guru menjadi aspek
kehidupan anak yang semakin terstruktur. Pemahaman anak terhadap diri (self)
berkembang dan perubahan-perubahan gender dan perkembangan moral menandai
perkembangan anak.
Erikson
berpendapat bahwa pada masa usia ini (6 tahun sampai pubertas awal) anak berada
pada tahap industry versus inferiority. Kalau pada tahapan sebelumnya
anak akan merasa gembira dapat berinisiatif untuk memulai sesuatu, pada tahapan
perkembangan selanjutnya adalah anak merasa puas kalau telah selesai
mengerjakan sesuatu. Erikson mengingatkan bahwa usia ini adalah usia yang
paling genting karena apabila orangtua atau guru tidak dapat menanamkan sense
of industry (rasa mampu untuk melakukan tugas), anak akan menjadi rendah diri
(inferior) yang akan terbawa sampai usia dewasa.[15]
Thomas Lickona
mengatakan masa ini bisa berlangsung pada usia 8,5 sampai 14 tahun dan akan
mengalami Fase Memenuhi Harapan
Lingkungan (Peer- oriented Morality)
Jika pada fase sebelumnya kebenaran ditentukan oleh figur otoritas,
pada tahap ini menurut Bronfenbrenner ditentukan oleh lingkungan sebayanya (peer
group). Anak-anak pada fase ini ingin diterima oleh kawan-kawannya,
sehingga tindakannya cenderung ingin disesuaikan dengan apa yang diharapkan
oleh lingkungan sebayanya. Anak sudah mengerti moral baik dan buruk (golden
rule), tetapi lebih didorong oleh keinginan untuk dikatakan anak baik oleh
lingkungannya.
D.
Implikasinya dalam Pendidikan
Ada
pepatah mengatakan bahwa mengajarkan
anak-anak kecil ibaratnya seperti menulis di atas batu yang terus akan berbekas
sampai usia tua. Thomas Lickona
menyatakan: “ Walaupun jumlah anak-anak
hanya 25 % dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan” oleh
karena itu pendidikn sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk
membangun bangsa.
Nurture, Faktor
lingkungan, yaitu usaha memberikan pendidikan dan sosialisasi sangat berperan di
dalam menentukan “buah seperti apa yang akan dihasilkan nantinya dari seorang anak. Dalam pendidikan dan pengasuhan
perlu kita pertanyakan: apakah kita ingin merawat fitrah kebaikan sehingga
dapat tumbuh menjadi “pohon” yang kuat,
atau kita diamkan saja dengan tidak “merawat”nya sehingga anak itu menjadi
kerdil, atau kita ingin okulasi dengan sifat-sifat keburukan kepada anak?
Anak-anak usia dini memiliki potensi untuk berkembang, dalam proses
tumbuh kembangnya pasti akan dikelilingi oleh sifat-sifat buruk yang beruasaha
tumbuh menyaingi pertumbuhan fitrah tersebut. Maka sejak usia dini harus
dirawat dan dididik dengan niali yang akan menyuburkan fitrah (kesucian manusia)
untuk tumbuh kokoh.
Pendidikan yang
dilakukan di sekolah dapat memberikan arahan mengenai konsep baik dan buruk
sesuai dengan tahap perkembangan umur anak, maka selayaknya setiap sekolah
Taman Kanak-kanak da sekolah dasar dapat menerapkan pendidikan karakter di
sekolahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar