Selasa, 08 Desember 2015

INTELEKTUAL MUSLIM DAN GLOBALISASI DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA



 INTELEKTUAL MUSLIM DAN GLOBALISASI DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA

Berbagai konflik sosial-ekonomi, fragmentasi politik, high technologi dan budaya yang melanda bangsa Indonesia di masa sekarang adalah sebuah integritas dampak dari globalisasi yang digerakkan oleh ideologi Barat yang berbasis pada paham pragmatism, hedonism, positivism, rationalism dan materialisme yang berakar  pada anthropo-centrism yang sama sekali tidak melibatkan peran dan kekuasaan Tuhan.
Integrasi ekonomi adalah sebuah kondisi dimana perdagangan di antara bangsa-bangsa yang lain, dan sebaliknya. Dalam keadaan  demikian, maka timbullah persaingan dagang antara setiap negara dalam suasana yang sangat ketat dan tidak sehat, dan dengan kondisi ini terkadang menggunakan cara-cara yang tidak legal dan mementingkan diri sendiri.
Sementara fragmentasi politik adalah sebuah kondisi setiap individu semakin menuntut untuk diperlakukan secara lebih adil, demokratis, manusiawi dan egaliter. Dalam keadaan demikian, maka berbagai perlakuan yang dipandang melanggar hak-hak asasi manusia akan mendapatkan penolakan yang terkadang dengan cara-cara yang berlebihan dan mengarah kepada tindakan yang anrkhis, seperti praktik main hakim sendiri, melakukan tindakan perusakan dan lain sebagainya.
Selanjutnya high technologi berkaitan dengan penggunaan teknologi canggih, terutama dalam bidang komunikasi dan interaksi yang selanjutnya mengarah kepada terjadinya perubahan pola komunikasi dan interaksi yang lebih bersifat jarak jauh, serta penyalah gunaan peralatan teknologi canggih tersebut untuk tujuan-tujuan yang merusak moral, kriminal dan sebagainya. Sementara itu interdependensi adalah sebuah keadaan dimana antara bangsa-bangsa di dunia sudah saling membutuhkan antara satu dan lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dalam arti yang seluas-luasnya. Dengan keadaan demikian, maka kerjasama antara bangsa mau tidak mau harus dibangun yang terkadang sering diwarnai oleh sikap saling mengkooptasi dan mendominasi antara satu dengan lainnya.
Adapun new colonization in culturale adalah keadaan budaya suatu bangsa lebih menguasai budaya bangsa lain, karena didukung oleh peralatan teknologi canggih, sehingga kebudayaan negara lain tersebut menjadi tergeser oleh budaya negara tertentu. Dalam hal ini budaya barat yang hidonistik, materialistik, pragmatis dan sekularistik sering mendominasi kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana terlihat dalam dampaknya dalam pola pergaulan, gaya hidup, dan pola komunikasi yang tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri. Timbulnya pergaulan bebas, sex bebas, foya-foya, dan berbagai tindakan amoral lainya yang melanda para remaja dan pemuda pada umumnya adalah merupakan bukti adanya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan. Keadaan ini pada akhirnya menyebabkan keutuhan diri manusia menjadi terancam.
Dampak dari budaya masyarakat global dan masyarakat urban yang cenderung ingin serba cepat, instan rasional, efisien, pragmatis, hedonis, materialistik, maka terjadi tingkat persaingan dalam memperebutkan berbagai kebutuhan hidup yang makin tinggi. Kecenderungan masyarakat untuk tinggal di kota yang areanya terbatas, sementara masyarakat yang ingin tinggal di kota tersebut tidak memiliki bekal pengetahuan, ketrampilan, dan mental yang memadai, maka lahirlah orang-orang yang sukses tapi gagal dalam memperebutkan berbagai peluang yang ada di kota. Sulitnya mendapatkan pekerjaan , tampat tinggal, tempat berdagang, pendidikan, kesehatan, jalur lalu lintas, tempat buang sampah dan sebagainya menyebabkan masyarakat yang tinggal di kota-kota besar mudah terhinggapi penyakit jiwa seperti cemas, gelisah, miris, tegang, temperamental, kurang memiliki kemampuan menguasai diri, stress, kehilangan akal sehat, dan akhirnya gila. Dalam keadaan demikian praktek perdukunan atau paranormal amat mudah tumbuh. Demikian pula orang-orang yang mengaku dirinya nabi, dan lainnya telah menambah lahirnya permasalahan di kota-kota besar. Keadaan yang demikian pada akhirnya mempersulit manusia untuk melihat sesuatu secara utuh, melainkan hanya dari sudut kepentingannya sendiri atau individualistik.    
            Sebagai akibat dari proses pembangunan yang lebih menekankan segi-segi materi dan hal-hal yang bersifat kebutuhan jangka pendek telah mendorong lahirnya berbagai kegiatan usaha di bidang industri dan jasa yang meningkat. Keadaan ini dari satu segi memiliki dampak positif, karena telah ikut memecahkan problema lapangan kerja. Namun karena jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja tidak seimbang, yakni jumlah tenaga kerja yang jauh lebih banyak  dari tenaga kerja yang tersedia, maka posisi dan daya tawar tenaga kerja menjadi amat lemah. Mereka pada umumnya mendapatkan upah yang tidak layak, perlakuan yang tidak manusiawi dan menjadikan mereka sebagai kapital dan elemen  dari sebuah mesin ekonomi yang tidak memiliki jiwa dan hati nurani. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses dehumanisasi dan dislokasi yang intinya mereduksi nilai-nilai kemanusiaan dan menghilangkan haknya untuk menyatakan pendapat dan kebebasannya sehingga manusia tidak lagi dilihat secra utuh melainkan hanya sebagai skrup atau baut dari sebuah mesin kehidupan ekonomi.
            Akibat  sulit mendapatkan berbagai kebutuhan hidup  serta adanya budaya yang kurang sehat, yakni budaya hiprokit yang menghalalkan segala cara mengakibatkan manusia harus bersifat bohong atau bersifat mendua, yakni sebuah penampilan yang berbeda-beda dalam menyikapi sebuah masalah. Dalam keadaan demikian maka jiwa manusia menjadi terpecah (split personality), sebagaimana terlihat banyaknya orang yang menjalankan ibadah atau kegiatan keagamaan, namun dalam waktu yang bersamaan mereka juga dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan agama, seperti melakukan praktek korupsi, mapia hukum, menyuap , menggugurkan kandungan dan lainnya. Jiwa seperti ini juga terkait erat dengan pola pikir (mindset) transaksional atau merasa selesai jika sudah memberikan sesuatu sebagai imbalan dari sesuatu yang diperolehnya.   
            Begitu pula akibat dari suasana kehidupan yang makin individualistik dan banyaknya hal-hal pribadi ynag bersifat rahasia dan berbahaya jika diketahui orang lain, menyebabkan timbulnya sikap hidup menyendiri dan perasaan terasing serta terisolir dari sebuah kehidupan. Gejala kehidupan menyendiri  (lonely) ini menyebabkan orang tersebut mencari pelarian kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menyenangkannya dan mengembalikan keutuhan jiwanya secara sesaat. Kegiatan-kegiatan tersebut seperti mengunjungi club-club malam, meminum alkohol, berkencencan dengan pelacur mengonsumsi narkoba dan sebagainya.  Selanjutnya ketika berbagai kegitan tersebut tidak lagi efektif maka ia mulai stress dan akhirnya menghabiskan sisa umurnya dengan bunuh diri. Munculnya perasaan hidup yang tidak bermakna, sebagai akibat dari pandangan hidup yang terlampau menekankan aspek materi yang tidak pernah ada batas kepuasannya. Manusia yang tidak memiliki pandangan spiritual adalah manusia yang tidak utuh.
            Keadaan masyarakat yang sudah jauh terpengaruh oleh dampak globalisasi ini tentu sangat memprihatinkan, terlebih pelaksanaan pendidikan yang cenderung mgutamakan aspek kogtitif dan meninggalkan aspek afektif dan psikomotorik; pendidikan yang mengutamakan kecerdasan intelektual ketrampilan dan panca indra dan kurang memperhatikan berbagai kecerdasan emosianal lainnya. Akibat demikian maka  lulusan pendidikan menjadi pincang , terpecah dan tidak utuh.
            Dengan dilatar belakangi oleh alasan tersebut, maka Ratna Megawangi, sebagai tokoh wanita muslim Indonesia menggagas Pendidikan Holistik Berbasis karakter yaitu pendidikan yang bertujuan memeberikan kebebasan siswa didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara Intelektual, tetapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa , mewujudkan manusia yang m,erdeka sebagaimana yang di ungkapkan Ki Hajar Dewantara, yaitu manusia utuh merdeka yang hidup lahir batinnya tidak tergantung pada orang lain akan tetapi bersandar atas kekuatan diri. Ratna mempelopori praktik model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter untuk level Taman Kanak-kanak (TK) yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk tingkat SD, SMP dan SMA masih bersifat internal dalam lingkup IHF (Indonesia Heritage Foundation) sebuah yayasan yang di dirikan sebagai central training guru dan program lainnya. Model Pendidikan ini menerapkan teori-teori sosial, emosi, kognitif, fisik, moral dan spiritual. Model ini diharapkan dpat memampukan siswa berkembang sebagai individu yang terintegrasi dengan baik secara spiritual, intelektual, sosial, fisik dan emosi yang berfikir kritis, kreatif secara mandiri dan bertanggung jawab. Pendidikan Holistik berbasis Karakter ini bertujuan untuk membangun seluruh dimensi manusia dengan pendekatan pada pengamalan belajar yang menyenangkan dan inspiratifuntuk siswa. Guru akan dilengkapi dengan pengetahuan teoritis dan praktis mengenai pendidikan yang patut dan menyenangkan, pembelajaran ramah otak, kecerdasan emosi, komunikasi efektif, penerapan pendidikan 9 pilar karakter secara eksplisit, yaitu knowing, feeling dan acting, kecerdasan majemuk dan lain – lain.
            Ratna Megawangi berpendapat bahwa solusi untuk kondisi masyarakat Indonesia yang mengalami dehidrasi moral dan mengalami keterbelakangan peradaban di banding negara lain yang maju dari aspek pendidikan, ekonomi dan lainnya adalah dengan meningkatkan pendidikan yang berkualitas melalui pendidikan karakter. Masyarakat yang memiliki kualitas karakter yang tinggi akan memiliki keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsanya.
Ratna Megawangi, (2007:3) mengatakan : “Perkembangan karakter yang terbaik adalah pada anak usia dini. Jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar