Selasa, 08 Desember 2015

PERAN DAN KEPRIBADIAN GURU DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENDIDIKAN



BAB  I
PENDAHULUAN

Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan[1]
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, pengajar/ pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar/ pendidik. Berdasarkan kedudukannya guru harus menunjukkan kelakuan yang layak menurut harapan masyarakat sesuai dengan tuntutannya dalam aspek etis, intelektual dan sosial. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi tauladan di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari. Di mana dan kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik.[2]
Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, baik situasi formal dalam proses belajar mengajar dan dalam situasi informal.
Dalam situasi formal guru harus sanggup menunjukan kewibawaan atau otoritasnya, artinya guru harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Kewibawaan sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunaan  kekuasaan akan tetapi didukung oleh kepribadian guru. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Kegagalan dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid, kepala sekolah, rekan-rekan guru maupun orangtua murid.[3]
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Karena kedudukan yang istimewa tersebut masyarakat menaruh harapan yang tinggi tentang peranan guru.Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman.
Di Amerika Serikat masyarakat menuntut kelakuan tertentu dari guru yang tidak dikenakan jabatan lain, sekitar tahun 1930-an guru-guru wanita diharapkan jangan kawin bila ingin tetap bekerja sebagai guru, tidak berpacaran, main kartu, merokok berdansa dan minum alkohol. Guru wanita yang baik, harus rajin beribadah, berdedikasi tinggi, berpakaian sopan dan tidak mengikuti mode baru. Walau zaman berubah namun kelakuan guru yang menyimpang tetap menjadi sorotan yang tajam. Guru selalu diharap agar menjadi suri tauladan yang baik bagi anak didik dan mampu bergaul sesama guru, kepala sekolah maupun lingkungan masyarakat luas sesuai  norma-norma yang terikat dengan harapan masyarakat[4]. Untuk melaksanakan peranannya sebagai guru dibutuhkan kepribadian yang baik.
Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri seseorang sebagai sistem psikofisik yang menentukan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang bersifat unik yang didukung oleh keadaan struktur psikofisiknya sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya[5].
Kepribadian biasanya menyangkut banyak aspek seperti, kedirian, karakter, watak, ego, self dan bahkan menyangkut identitas bangsa. Namun titik temu yang mengandung pengertian umum dari kepribadian, yaitu keseluruhan tingkah laku yang tampak dalam ciri khas seseorang[6]
Di dalam interaksi sosial kadang-kadang muncul fakta bahwa peranan tidak lebih penting dibanding kedudukan sehingga terjadi hubungan-hubungan timpang tersebut lebih mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedangkan pihak lain mempunyai kewajiban belaka.
Pada makalah yang berjudul Peran dan Kepribadian Guru ini penulis akan membagi 3 bahasan yaitu: Peranan Guru di Sekolah dan dalam Masyarakat, Kepribadian Guru dan Peranan Guru dan Kelakuan Murid.




BAB  II 
PEMBAHASAN

1.                  Peranan Guru di Sekolah dan dalam Masyarakat
      Kedudukan sebagai guru adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja, bergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar dan mencapai tujuannya dengan memenuhi persyaratan tertentu untuk menjalaninya[7]
Kedudukan guru ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua harus dihormati. Berdasarkan usianya yang lebih tua dari murid maka guru mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apalagi karena guru juga dipandang sebagai pengganti orangtua, begitu sebaliknya guru harus dapat memandang  murid sebagai anak.
Ada anggapan bahwa pada era modern ini rasa hormat siswa terhadap guru makin merosot. Erosi kewibawaan guru mungkin disebabkan oleh peranan siswa dalam revolusi kemerdekaan yang dipengaruhi oleh kebudayaan asing, oleh sikap kritis siswa, oleh ketidakmampuan guru mempertahankan kedudukan yang dipegangnya.
Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas, guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya guru harus mampu mengendalikan, mengatur dan mengontrol kelakuan anak bahkan seorang guru diperbolehkan menggunakan kekuasaannya. Adapun jenis-jenis kekuasaan guru[8] sebagai berikut:
1.                  Kekuasaan koersif (coersive power)
Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan seorang guru untuk membuat sanksi atau ganjaran pada siswanya.
2.                  Kekuasaan keahlian (exspert power)
Kekuasan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, atau kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru, contoh seorang guru besar filsafat ilmu dapat memerintahkan mahasiswanya untuk menafsirkan sebuah teori sesuai dengan pendapatnya.
3.                  Kekuasaan Informasi (informational power)
Kekuasaan ini berasal dari komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh seorang guru. Contoh seorang guru olah raga dapat memerintahkan seorang siswa melakukan gerakan tertentu dalam renang karena ia memiliki kemampuan informasional.
4.                  Kekuasaan Rujukan (referent power)
Kekuasaan rujukan adalah kemampuan seorang guru yang menjadikan siswanyaa merasa kagum padanya sehingga mereka ingin meniru apa yang dilakukannya. Biasanya, kekuasaan ini dapat menjadikan siswa taklid secara total pada gurunya. Apapun yang dilakukan oleh gurunya, masuk akal atau tidak, pasti ditirunya.
5.                  Kekuasaan Legal (legitimate power)
Kekuasaan legal adalah berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan guru melakukan suatu tindakan. Contoh guru BK di sebuah sekolah dapat memberikan hukuman pada siswa yang tertangkap basah mencuri HP teman sekelasnya.

Peranan guru dalam hubungannya dengan murid memerlukan kewibawaan yang menjadi syarat mutlak dalam mendidik. Pendidikan akan berlangsung bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik memiliki kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhaan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin. Adanya kewibawaan guru dapat di pengaruhi oleh beberapa hal[9] diantaranya:
·                     Anak-anak mengharapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk menciptakan suasana disiplin dan mereka mengakui kewibawaan itu.
·                     Guru dipandang sebagai pengganti orangtua, sehingga lebih mudah menerima kewibawaan guru jika anak tersebut dirumahnya terbiasa mematuhi orangtua.
·                     Pada umumnya tiap orangtua mendidik anaknya agar patuh kepada guru.
·                     Guru memelihara kewibawaannya dengan menjaga jarak sosial antara dirinya dengan murid. Kewibawaan akan mudah lenyap bila guru terlampau akrab dan bersenda guraau dengan mereka.
·                     Kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri.

Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik. Di lain pihak guru harus mampu menunjukkan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasaana akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya.
Di Sekolah Dasar pengaruh teman sebaya itu menduduki ranking kedua setelah pengaruh guru, sedangkan di sekolah menengah kedudukannya menjadi terbalik. Betapa pentingnya peranan guru di sekolah dimana anak didik sebagai calon warga negara Indonesia paripurna itu di TC-kan, akan jelas dari banyaknya julukan yang diberikan kepadanya seperti[10]
a.      Suri-tauladan dalam sikap, ucapan, tingkah laku yang dewasa, baik mental maupun spiritual
b.      Director of learning: pemberi arah dalam proses perubahan tingkah laku si anak didik
c.       Inovator : penyebar dan pelaksana ide-ide baru demi peningkatan mutu pendidikan/ pengajaran
d.      Motivator : penggali, pemupuk, pengembang motivasi, mengapa anak-anak didik itu harus belajar dengan giat dsb.
e.       Conductor of learning: Guru seolah-olah seorang dirigen suatu orkes, yang dimainkan oleh anak-anak didiknya. Conductor itu mengusahakan dengan petunjuk-petunjuknya supaya semua pemain secara aktif mengambil bagian dalam menampilkan suatu adegan yang penuh dengan aktifitas. Tugas murid bukan mendengarkan saja dan tugas guru bukan memperdengarkan suara saja, melainkan lebih dari itu
f.        Manager of learning: dalam hal ini tugas guru selain mengelola kelas, juga melakukan pengawasan atas anak-anak didiknya.

Dalam interaksi antara guru dengan murid terjadi proses pendidikan dan proses sosialisasi bagaimana respon atau reaksi murid terhadap berbagai tipe kelakuan guru. Hubungan guru dengan murid banyak ragamnya bergantung pada guru, murid serta situasi yang dihadapi. Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk mempelajarinya kita dapat berpegang pada tipe-tipe guru[11]
a.       Type Guru Otoriter
Guru yang otoriter akan menjaga jarak dengan murid , tidak mengizinkan anak melewati batas atau jarak sosial tertentu. Guru tidak ingin murid menjadi akrab dengan dia. Guru merasa berkuasa dan berhak memberikan perintah yang harus ditaati. Type guru yang otoriter cenderung kurang disukai atau justru dikagumi bila ia memiliki sifat-sifat yang baik. Kata yang sejajar dengan type otoriter adalah dominatif yaitu guru mendominasi atau menguasai murid, menentukan dan mengatur kelakuan murid dan menginginkan konformitas dalam kelakuan mereka. Karena sering mencampuri apa yang dilakukan murid sehingga cenderung menimbulkan konflik.
b.      Type Guru Demokratis
Guru yang ramah akan dekat serta akrab dengan muridnya. Murid suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakaan soal-soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa.Guru yang demokratis biasa juga disebut dengan guru yang integratif yaitu guru tidak akan banyak mencampuri, mengatur dan menegur pekerjaan anak, akan tetapi membiarkannya bekerja menurut kemampuan dan cara masing-masing. Tiap anak dihargainya menurut pribadinya masing-masing. Dengan demikian akan terjadi integrasi atau keharmonisan guru dan anak tanpa menimbulkan pertentangan.

Type guru yang integratif lebih mengembangkan kepribadian anak menjadi lebih mandiri, dapat memilih sendiri dengan penuh tanggungjawab.
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat memasuki lemabaga pendidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun apa yang dicita-citakan tidak selalu sejalan dengan kenyataan. Status sosial guru tidak semata-mata ditentukan oleh pendapatannya.
Guru-guru cenderung bergaul dengan sesama guru yang terikat oleh norma-norma menurut harapan masyarakat yang dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan dengan golongan lain yang tidak dibebani oleh tuntutan-tuntutan tentang kelakuan terrtentu. Guru dan sesamanya mudah saling memahami dan dalam pergaulan antara sesama teman dapat memelihara kedudukan dan peranannya.
Perkumpulan guru juga menggambarkan peranan guru. PGRI misalnya bersifat profesional yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Mengajar dan mendidik sejak dulu dipandang sebagai profesi kehormatan yang tidak semata-mata ditujukan kepada keuntungan material.

2.                  Kepribadian Guru
Kepribadian adalah penyesuaian diri , yaitu suatu proses respons individu, baik yang bersifat perilaku maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustasi, konflik serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dan norma lingkungan dan bersifat unik.
Adapun pengertian unik adalah kualitas perilaku itu khas sehingga membedakan seseorang dari orang lain. Keunikan tersebut didukung oleh keadaan struktur psikofisiknya, misalnya konsitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi, dan efektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.[12]
Aspek-aspek kepribadian terdiri dari:
1)                 Karakter, yaitu konsekuen tidaknya mematuhi etika perilaku, konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat;
2)                 Temperamen, yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan
3)                 Sikap, yaitu respon terhadap objek yang bersifat positif, negatif, atau ambivalen;
4)                 Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa;
5)                 Responsibilitas (tanggungjawab), kesiapan untuk menerima resikko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi; dan
6)                 Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal, seperti sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain

Karakteristik kepribadian ada tiga macam:  pertama kepribadian yang sehat , kedua kepribadian yang sakit, dan ketiga kepribadian yang dewasa[13]
Kepribadian guru  terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaannya.Guru harus menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Kelakuuan yang tidak sesuai dengan peranan akan mendapatkan kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan yang sesuai akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan dan menjadi suatu aspek dari kepribadiannya.
Dalam situasi kelas guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai anaknya. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak dan ibu guru. Berkat kedudukannya maka guru didewasakan, dituakan sekalipun menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi “orangtua.”[14]
Orangtua murid akan memandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan mempercayakan anak mereka untuk diasuh oleh guru. Dalam menjalankan peranannya sebagai guru ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagai guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia menjadi guru karena diperlakukan dan berlaku sebagai guru. Caranya berbicara, senyum, berjalan, duduk, berpakaian akan disesuaikannya dengan peranannya yang lambat laun menjadi ciri kepribadiannya yang mungkin akan melekat pada dirinya sepanjang hidupnya.
Kedudukannya sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya. Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengan dia.
3.                  Peranan Guru dan Kelakuan Murid
Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi sosial antara guru dan murid. Sifat interaksi ini banyak bergantung pada tindakan guru yang ditentukan antara lain oleh tipe peranan guru. Bagaimana reaksi murid terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu. Tentang hal ini telah dilakukan sejumlah penelitian
a.                   Reaksi Murid terhadap Peranan Guru
Frank Hart pada tahun 1934 menanyakan kepada sejumlah 10.000 siswa. Sekolah Menengah Atas (SMA), guru yang bagaimana yang paling mereka sukai dan apa sebab mereka menyukainya. Alasan yang paling banyak di kemukakan, bersikap ramah, bersahabat”, juga sering disebut alasan seperti “suka membantu dalam pelajaran, riang gembira, mempunyai rasa humor, menghargai lelucon”. Sifat-sifat yang dihargai murid-murid tersebut sesuai dengan gambaran guru yang demokratis-integratif, ternyata guru yang paling disukai itu kebanyakan juga termasuk guru yang terbaik dalam hal mengajar.
Pada umumnya guru yang disenangi ialah guru yang sering dimintai nasehatnya, yang mau diajak bercakap-cakap dalam suasana yang menggembirakan, tidak menunjukkan superioritasnya dalam pergaulan sehari-hari dengan murid, selalu ramah, selalu berusaha memahami anak didiknya.
b.                  Hubungan antara hasil belajar murid dengan kelakuan guru
Untuk menilai efektifitas guru dalam mengajar dapat diminta pendapat penilik sekolah, kepala sekolah, dan juga murid. Dapatkah penilaian oleh murid dipercaya?
Dalam suatu penelitian ternyata bahwa pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya terhadap pengaruh type guru yang disukai. Ternyata type guru ini tidak efektif dalam menyampaikan ilmu. Walaupun penelitian ini belum dapat dipercaya sepenuhnya, namun dapat memberi petunjuk bahwa guru yang dianggap baik oleh anak tidak sebaik guru yang otoriter dalam menambah pengetahuan murid dan menyelesaikan bahan yang ditentukan kurikulum.
c.                  Kelakuan murid berhubung dengan kelakuan guru
Jika mengamati kelakuan anak dalam kelas dan melihat hubungannya dengan tindakan guru, tidak semua perbuatan anak diakibatkan perbuatan guru dan kelakuan anak tidak selalu berhubungan dengan kelakuan guru. Kelakuan guru yang sama mungkin berbeda pengaruhnya terhadap murid di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah.
Dalam penelitian pada murid-murid SD bahwa tipe guru yang dominatif tidak diindahkan murid. Sedangkan tipe guru yang integratif anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan pendapatnya dan mau bekerjasama.
Berdasarkan studi tersebut dapat dikemukakan hipotesis yang berikut:
·                     Guru yang dominatif dalam kelas akan menghadapi murid-murid yang tidak menunjukkan sikap kerjasama
·                     Murid-murid di bawah pimpinan guru-guru yang dominatif juga akan bersikap dominatif terhadap murid-murid lain
·                     Guru-guru yang integratif atau koperatif dalam hubungannya dengan murid akan menimbulkan sikap kerjasama pada muridnya maupun dengan guru lainnya.
d.                 Peranan guru lainnya dalam masyarakat dan respons murid
Guru hendaknya mengenal masyarakat agar dapat berusaha menyesuaikan pelajaran dengan keadaan masyarakat sehingga relevan. Guru-guru kita diharapkan mnegabdi kepada masyarakat dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya dan dengan demikian turut memberi sumbangannya kepada pembangunan negara. Dimana saja guru berada, khususnya di desa, cukup kesempatan baginya untuk berpartisipasi dan berbakti dalam masyarakat.
Siswa tidak begitu menghiraukan ada tidaknya partisipasi guru dalam berbagai kegiatan masyarakat. Guru yang baik mereka menilai berdasarkan kemampuannya mengajar, sikapnya terhadap murid akan tetapi tidak dikaitkan dengan banyaknya kesibukan guru dalam masyarakat.
e.                  Peranan guru lainnya di Sekolah dan respons murid
Di Sekolah, guru dapat memegang berbagai peranan selain mengajar yakni sebagai kepala sekolah, pembimbing OSIS, kordinator bidang studi, piket dan lain-lain. Kepala Sekolah pada umumnya lebih dihormati dan disegani oleh murid-murid, mungkin karena otoritasnya yang lebih besar, juga karena ia mempunyai wewenang, pengalaman dan usia yang lebih senior.Dalam prestasi belajar anak tidak ada pengaruh peranan tambahan yang dipegang oleh guru.











BAB  III
PENUTUP

Kesimpulan
1.                  Peranan Guru dalam situasi formal memiliki otoritas kekuasaan agar mampu mengendalikan, mengatur dan mengontrol kelakuan siswa, otoritas kekuasaan yang dimaksud adalah  Pertama memiliki kekuasaan koersif , Kedua Kekuasaan keahlian, Ketiga kekuasaan Informasi, Keempat kekuasaan Rujukan, Kelima kekuasaan Legal.Begitu pula dalam menjalankan peranannya guru harus memiliki kewibawaan yang mampu menjadi daya tarik bagi murid dalam menyeraap transformasi ilmu sehingga prestasi belajar siswa akan meningkat apalagi tugas dan fungsi Guru sebagai inovator, director, motivaator dll sangat dibutuhkan tipe guru yang demokratis – integratif.
2.                  Kepribadian Guru adalah penyesuaian diri terhadap peranannya sebagai guru. Oleh karenanya dibutuhkan kepribadian guru yang sehat dan dewasa
3.                  Respon Murid terhadap aktifitas guru selain mengajar tidak membawa pengaruh terhadap prestasi belajar. Yang mampu menjadi daya tarik bagi siswa adalah guru yang bersahabat atau guru yang demokratis-integraatif. Guru tipe tersebut akan mudah bekerjasama dan cenderung tidak menimbulkan konflik.



[1]  Mahmud, Sosiologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm 144
[2]  S.Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara, 2011), hlm 91
[3]  1bid, hlm 95
[4]  Ibid, hlm 98
[5]  Mahmud, Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm 366
[6]  Ramayulis dan Samsul Nizar,  Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm 261
[7]  Mahmud, Sosiologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal 142
[8]  Mahmud, Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm 293-294
[9]  S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm 93
[10] Balnadi Sutadipura,  Kompetensi Guru dan Kesehatan Mental, (Bandung: CV.Angkasa, 2012), hlm 42-43
[11]  S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm 115-118

[12]  Mahmud, Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm 366

[13]  Ibid, hlm 367-369
[14] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm  103-104

Tidak ada komentar:

Posting Komentar