Selasa, 08 Desember 2015

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MODEL PEMBELAJARAN



BAB  I 
PENDAHULUAN

Karakter suatu Bangsa merupakan aspek penting yang mepengaruhi perkembangan sosial ekonomi, Masyarakat yang memiliki kualitas karakter yang tinggi akan memiliki keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsanya.
Menurut Ratna Megawangi, (2007:3) mengatakan : “Perkembangan karakter yang terbaik adalah pada anak usia dini. Jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah.”
Mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat sebab populasi anak-anak berjumlah hanya sebagian kecil dari total populasi , tapi menentukan 100 % dari masa depan, maka  kegagalan guru atau  orangtua dalam mendidik anak Usia Dini sama dengan pembunuhan karakter.
Ironisnya, masih banyak kita temui asumsi-asumsi masyarakat di lingkungan, bahwa anak dikategorikan cerdas jika dia cerdas matematikanya. Kecerdasan IQ  menjadi bahan utama untuk menilai seorang anak dikatagorikan cerdas padahal kecerdasan Logika hanyalah 0,11 % dari kecerdasan multiple. Diantara faktor pemicu adanya ketimpangan  pola pikir tersebut adalah belum tersentuhnya makna pendidikan yang  menyenangkan.
Seorang anak kecil berlari menangis, dan memeluk ibunya seperti orang ketakutan, ternyata ia merasa bersalah karena tanpa sengaja menendang bola dan mengenai jendela sekolah sehingga kacanya pecah.
Ilustrasi  tersebut diatas adalah menggambarkan empati yang dimiliki seseorang, namun rasa empati ini bisa hidup terus atau  hilang tergantung bagaimana seseorang dididik dan dibesarkan oleh lingkungannya. Lingkungan atau budaya yang penuh kekerasan ternyata dapat mempengaruhi perkembangan rasa empati anak.
Manusia memang bisa berperilaku seperti hewan, karena secara biologis manusia mempunyai batang otak (brain stem) dan otak tengah seperti halnya hewan, sehingga bagian otak ini sering disebut juga otak reptil. Perilaku hewani sangat ditentukan oleh pengaruh bagian otak ini. Sebuah riset otak yang dilakukan oleh Dr. Bruce D. Perry menunjukkan bahwa mereka yang mempunyai fungsi batang otak dan otak tengah dominan, cenderung gemar melakukan kekerasan. Sebaliknya, fungsi bagian otak limbic (emosi/cinta) dan korteks (berfikir) mereka lemah. Sedangkan manusia yang bijak adalah mereka yang dapat menggunakan akalnya dengan baik serta mempunyai empati atau rasa cinta yang tinggi, yang ditunjukan oleh fungsi otak korteks dan limbic yang dominan
Kondisi ini juga cenderung dipengaruhi oleh faktor  kesenjangan antara kurikulum di Pendidikan anak Usia Dini  (PAUD) dengan kurikulum pendidikan di Sekolah Dasar (SD) yang kurang relevan. Hal ini berdampak negativ pada sikap pendidik dan orang tua yang cenderung memarginalkan aspek karakter sebagai sebuah tujuan pendidikan yang kurang penting.
Menurut Aristoteles sebuah masyarakat yang budayanya tidak memperhatikan pentingnya mendidik good habits (melakukan kebiasaan berbuat baik), akan menjadi masyarakat yang terbiasa dengan kebiasaan buruk.
Karena memang dalam system pendidikan kita anak-anak sejak usia kelas 1 SD tampaknya tidak diwajibkan untuk melakukan perbuatan moral, tetapi wajib untuk mengetahui dan menghafal moral (PKN dan Agama). Apabila murid mencontek, berkelahi atau bolos, tidak akan mendapatkan hukuman fatal tidak naik kelas, apalagi nilai Pkn dan agamanya bagus walaupun hasil mencontek. Namun apabila nilai agama dan PKN merah, walaupun si murid jujur, baik hati, dan tidak pernah bolos, ancaman fatal; tidak naik kelas.
Bahkan ada kesan anak-anak diajarkan untuk mengetahui dan menghafal sesuatu yang tidak perlu dilakukannya. Misalnya, seorang anak memilih jawaban “karena sesuai dengan sila ke 5, “ kita harus menyantuni anak yatim”. Padahal ia tidak pernah melakukannya, atau melihat orangtua atau gurunya melakukannya dalam tindakan nyata. Sehingga sejak kecil kita terdidik untuk mempunyai komitmen, keteguhan hati, atau motivasi kuat untuk melakukan apa  yang kita tahu dan katakan, karena dengan hanya mengetahui saja sudah mendapatkan pujian  (dengan nilai yang bagus).   
Penyebab matinya insting belajar pada anak adalah sikap para orang tua dan guru yang salah dalam mendidik dan memperlakukan anak serta system pembelajaran di sekolah yang tidak menarik minat anak. Cara-cara belajar di rumah dan  sekolah yang sangat terstruktur (anak banyak diam) dan dipaksakan tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan mencelupkan dirinya secara total dalam mengumpulkan informasi dan mengolahnya dalam pikiran mereka. Cara belajar ini telah menyebabkan proses belajar anak menjadi tidak menyenangkan sehingga anak menjadi tidak cinta belajar.
Penerapan konsep DAP (Developmentally Appropriate Practices) dalam Bahasa Indonesia adalah pendidikan yang patut sesuai dengan tahapan perkembangan anak merupakan  konsep pendidikan anak yang memungkinkan para pendidik  memperlakukan anak sebagai individu yang utuh  (the whole child) dengan melibatkan 4 komponen dasar yang ada pada diri anak yaitu
pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), sifat alamiah (dispositions) dan perasaan (feelings). Pikiran, imajinasi, ketrampilan, sifat alamiah, dan emosi anak bekerja secara bersamaan dan saling berhubungan.Apabila  system pembelajaran di sekolah dapat melibatkan semua aspek ini secara bersamaan, maka perkembangan intelektual,social, dan karakter anak dapat terbentuk secara simultan. Penerapan DAP di kelas dapat membuat suasana belajar yang lebih menyenangkan bagi anak, sehingga anak-anak tidak mengalami tekanan dan stress seperti halnya pada kelas tradisional yang sering membuat anak tidak menyenangi sekolah ( Ratna Megawangi,2007: 3) 
Ratna Megawangi adalah seorang praktisi pendidikan yang lebih dikenal sebagai tokoh Gender telah mempelopori dan mengembangkan sebuah kurikulum Pendidikan Holistik Berbasis Karakter untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Keprihatinan beliau atas terpuruknya bangsa  Indonesia dimata dunia sebagai bangsa yang dulu dikenal bermartabat dan ramah tamah, namun fakta-fakta riil sekarang, tentang tingginya tingkat korupsi, tawuran antar kelompok yang melanda masyarakat luas maupun di lingkungan akademisi, kenakalan remaja sebagai pengguna narkoba maupun penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi adalah perwujudan dari karakter bangsa Indonesia dimasa sekarang, Situasi dan kondisi demikian sangatlah erat  keterkaitan dari peranan guru dan orang tua yang  gagal dalam mendidik anak di usia dini.


BAB  II 
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Pendidikan Karakter
Kata karakter diambil dari bahasa Inggris  Character, yang  berasal dari bahasa Yunani  charassein yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola . Awalnya kata ini digunakan untuk menandai hal yang mengesankan dari koin (keping uang). Belakangan  character digunakan  sebagai istilah umum untuk mengartikan hal yang berbeda, antara satu  hal dan yang lainnya, dan akhirnya digunakan untuk menyebutkan perbedaan kualitas seseorang dengan lainnya (Fatchul Mu’in, 2011:162)
Kata karakter (watak)  juga bermakna  “to mark” asal kata dari Yunani yang bermakna menandai, yaitu menandai tindakan atau tingkah laku  seseorang.  Sehingga seseorang dapat disebut sebagai orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral (Ratna Megawangi, 2007:83)
Kata yang setara maknanya dengan karakter adalah akhlaq.  Akhlaq berasal dari bahasa Arab Akhlaq (ﺎخلق) bentuk jama’ dari mufrodnya Khuluqu (خلق) yang seringkali diartikan dengan “budi pekerti”. (Kartini kartono, 1992 : 26)

Kata-kata yang  sering disejajarkan  maknanya dengan karakter adalah  moral dan etika, Kata-kata ini mengandung arti budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun
Pada dasarnya secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, yakni sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku  manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan  tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
Etika memandang perilaku secara universal, sedang moral memandangnya secara lokal . Adapun karakter lebih ditekankan pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Jadi karakter lebih mengarah pada sikap dan perilaku manusia.
Pengertian Pendidikan sebagaimana lazimnya digunakan oleh pakar pendidikan mengandung arti mendewasakaan manusia untuk mencapai tujuannya. Adapun Konsep Pendidikan Karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya. ( Ratna Megawangi, 2004:23)
Terutama saat ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education. Melalui buku ini, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Thomas Lickona ( 2004: 102 ) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut :
Pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (acting the good). Pendidikan Karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan  (habituation) tentang yang baik sehingga siswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Jadi pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan Pendidikan Akhlaq atau Pendidikan Moral.


Pendapat Russel Williams tentang Pendidikan karakter sebagaimana yang dikutip Ratna Megawangi (2007:83)  yaitu :
Pendidikan Karakter adalah ibarat  otot  dimana otot-otot karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh jika sering dipakai. Seperti seorang Binaragawan (body builder) yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya. Demikian juga dengan otot-otot karakter akan terbentuk dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit)

Pendidikan karakter bukan saja membentuk seorang anak memiliki kepribadian yang baik, akan tetapi pendidikan karakter sangat menunjang kematangan  intelekualnya. Sejarah mencatat banyak para pemimpin atau tokoh yang sukses dilatar belakangi oleh karakter baik yang dimilikinya. Sehingga kepribadian  seseorang akan  menjadi cerminan atas karakternya. Begitu pula karakter suatu bangsa yang rusak akan menjadi cerminan seperti apa masyarakatnya.
Sumber utama untuk menentukan karakter dalam islam, apakah termasuk  karakter yang positif  atau  karakter yang negatif, sebagaimana keseluruhan ajaran islam lainnya, adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Baik dan buruk dalam  karakter islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber tersebut, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia, maka baik dan  buruk itu bisa berbeda-beda. Seseorang  mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu  itu buruk, padahal  yang  lain  bisa saja menyebutnya baik. Ratna Megawangi tergerak untuk mengembangkan pendidikan karakter dengan landasan  pada As Sunnah nabi , sebagaimana  yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
Artinya : “ Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq mulia”,  Nur Uhbiyati (1996:148)

B.                Urgenitas  Pendidikan Karakter
Terdapat sejumlah masalah yang melatar belakangi perlunya menggagas pendidikan Holistik Berbasis Karakter sebagaimana yang diungkapkan oleh Ratna Megawangi selaku Direktur Eksekutif IHF (Indonesia Heritage Foundation) sebagai berikut :
1.      Sebagai dampak era globalisasi
2.      Sebagai dampak dari budaya masyarakat global dan masyarakat urban yang cenderung ingin serba cepat dan instan
3.      Sebagai akibat sulitnya mendapatkan kebutuhan hidup serta adanya budaya hipokrit yang menghalalkan segala cara
4.      Sebagai akibat dari  suasana kehidupan yang makin individualistik
5.      Munculnya gejala perasaan hidup yang kurang bermakna sebagai akibat dari pandangan hidup yang terlampau menekankan aspek materi.
6.      Pelaksaan pendidikan yang cenderung mengutamakan aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik.
7.      Bahwa dalam merancang dan merumuskan konsep pendidikan kurang melibatkan berbagai pendekatan yang bersifat holistik, terutama pendekatan Agama dan Filsafat

C.                Pendekatan  Pendidikan Holistik Berbasis Karakter
Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK) digagas oleh Ratna Megawangi yang di kembangkan melalui IHF (Indonesia Heritage Foundation). PHBK bertujuan memberikan kebebasan siswa didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tetapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa, mewujudkan manusia yang utuh merdeka yang hidup lahir batinnya tidak bergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri
Karakteristik Pendidikan Holistik Berbasis Karakter adalah menggunakan pendekatan pembelajaran yang sangat efektif  yaitu:

a.      Explicite Character Education (kurikulum Explisit)
Pendekatan Explicite Character Education adalah upaya penanaman karakter kepada siswa melalui  pengaliran 9 Pilar Karakter yang diterapkan secara explisite dari kurikulum Pendidikan  Nasional dalam bentuk modul karakter.
Adapun 9 nilai karakter tersebut adalah :
1)        Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya
2)        Kemandirian dan Tanggungjawab
3)        Kejujuran/ Amanah dan Bijaksana
4)        Hormat dan Santun
5)        Dermawan, suka menolong dan gotong royong
6)        Percaya diri, kreatif dan pekerja keras
7)        Kepemimpinan dan Keadilan
8)        Baik dan Rendah hati
9)        Toleransi, kedamaian dan kesatuan
b.      Praktek (pembelajaran) yang sesuai dengan perkembangan
Pengertian luas Developmentally Appropriate practices adalah Pendidikan yang patut dan menyenangkan. Ada 3 (tiga) dimensi dalam pendidikan yang patut ini yaitu
1)        Patut menurut umur ; sesuai dengan tahap perkembangan anak
2)        Patut secara sosial dan budaya; sesuai dengan pengalaman belajar yang bermakna,  relevan, dan sesuai dengan sosial budaya.
3)        Patut secara individual; sesuai dengan pertumbuhan dan karakteristik anak, kelebihannya, ketertarikannya dan pengalamannya.

Penerapan konsep DAP dalam pendidikan sangat memungkinkan para pendidik untuk memperlakukan anak sebagai individu yang utuh dengan melibatkan 4 (empat) komponen : Knowleadge (pengetahuan), skill (ketrampilan), disposition (sifat alamiah), dan feeling (perasaan).
Keempat komponen inilah yang oleh Ratna Megawangi dianggap dapat mempertahankan dan  meningkatkan gairah semangat anak-anak untuk belajar.

c.       Kecerdasan Majemuk
Konsep Multiple Intellegences sangat berbeda dengan paradigma masyarakat yang beranggapan bahwa cerdas identik dengan orang yang mempunyai IQ tinggi.
Kecerdasan manusia adalah kombinasi dari berbagai kemampuan umum dan  spesifik. Ada sembilan aspek kecerdasan manusia yaitu :
1.           Kecerdasan Gambar/Spatial (visual-spatial intellegence)
Kemampuan dalam memvisualisasikan fenomena dalam bentuk gambar..  
2.        Kecerdasan Interpersonal (interpersonal intelligence)
Ciri orang  yang memiliki kecerdasan ini adalah  mudah bergaul dengan orang lain. Mereka yang  cerdas dalam bidang ini biasanya mampu membaca perasaan orang lain melalui nada bicara seseorang , gerak tubuh, dan ekspresi wajah. Biasanya juga mudah menyelesaikan konflik dengan orang lain.
3.           Kecerdasan Kinestetik, atau Fisik (body-kinesthetic intelligence)
Ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah cepat mempelajari dan menguasai kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik, baik motorik kasar
4.        Kecerdasan Verbal-Bahasa (verbal-linguistic intelligence)
Kecerdasan ini dicirikan dengan kemampuan mengekspresikan  pikiran secara verbal, mudah mengingat nama atau sesuatu, dan mampu menulis dengan baik.
5.           Kecerdasan Intrapersonal / Mengenal Diri Sendiri (intrapersonal inteligence)
Ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah mengenali perasaan diri . mereka yang cerdas di bidang ini umumnya dapat menghayati puisi, drama, bermeditasi, menulis jurnal dan bercerita 
6.           Kecerdasan Musik (musical intelligence)
Orang yang cerdas di bidang ini sangat sensitif terhadap bermacam-macam bunyi, dan cepat mempelajari berbagai jenis musik, lagu, dan alat-alat musik.
7.        Kecerdasan Mempelajari Alam (naturalist intelligence)
Orang yang cerdas di bidang ini  cepat mempelajari fenomena alam, biologi, mengamati dan membaca kehidupan tumbuhan, binatang, serta gemar akan kegiatan  pecinta alam
8.        Kecerdasan Logika-Matematika (mathematical-logical intelligence)
Orang yang cerdas dalam bidang ini  cepat mempelajari angka, mengelompokkan, membuat hipotesis, dan berfikir logika lainnya.
9.           Kecerdasan Spiritual (existential intelligence)
Kecerdasan ini dicirikan dengan kemampuan berfikir mendalam tentang makna dan arti hidup, dan mempertanyakan “mengapa kita hidup”, “mengapa kita mati”. Termasuk pula kemampuan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan dan saling terkait dengan yang lainnya.
d.        Pembelajaran Ramah Otak (metode pembelajaran sesuai dengan pengoperasian struktur dan fungsi otak)
Manusia mempunyai kemampuan alam untuk belajar, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip bekerjanya struktur dan fungsi otak. Sistem sekolah tradisional (kurikulum lama) sering tidak sesuai dengan prinsip alam ini, sehingga justru menghambat proses belajar”.
e.       Pembelajaran Terpadu
Integrated Learning  atau pembelajaran terintegrasi/ terpadu merupakan suatu pembelajaran yang memadukan berbagai materi dalam satu sajian pembelajaran.
f.       Pembelajaran Koperatif / bekerjasama
Cooperative learning adalah siswa bekerja bersama-sama, berhadapan muka dalam kelompok kecil dan melakukan tugas yang sudah tersetruktur dengan tujuan agar siswa mengerti secara mendalam tentang materi yang dipelajarinya.
g.      Pembelajaran Berbasis Pertanyaan
Inquiry- based Learning adalah pendekatan yang merangsang minat anak atau rasa keingin tahuan anak
Sebagai ciri khas dari metode ini adalah materi yang diberikan akan merangsang minat anak, baik dalam bentuk pertanyaan, keingin tahuan  dan keinginan untuk pmencoba atau untuk membuat eksperimen.
BAB  III 
PENUTUP


1.      Konsep Pendidikan Karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an oleh Thomas Lickona, ia menulis buku berjudul The Return of Character Education. Melalui buku ini, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter.
Pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (acting the good). Pendidikan Karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan  (habituation) tentang yang baik sehingga siswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Jadi pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan Pendidikan Akhlaq atau Pendidikan Moral.
2.      Yang melatar belakangi pendidikan karakter adalah terjadinya dehidrasi moral dan krisis kepercayaan yang mewabah bangsa Indonesia yang dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan berbudaya santun. Pengaruh budaya dan tekhnologi barat di era globalisasi merupakan fakor penting yang harus di antisipasi agar tidak menjadi kemunduran bangsa Indonesia.
3.      Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter bertujuan memberikan kebebasan siswa didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tetapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa, mewujudkan manusia yang utuh merdeka yang hidup lahir batinnya tidak bergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri dengan menggunakan pendekatan model pembelajaran yang efektif dan integral serta mengutamakan konsep DAP dan lainny



DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddiqi.Hasbi,1971, Al Qur’an dan terjemahannya.Jakarta Departemen Agama Republik Indonesia .

Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia
Darajat,Zakiah. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Jurnalnet.com (2004) Sosok Ratna Megawangi, www.Jurnalnet.com//content.php & Nama : Populer & Topik : 6 Rid 7 ( 16 Oktober 2012)

Kartono, Kartini. 1992. Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis. Bandung: Irsyad baitus salam.

Megawangi, Ratna.2004. Pendidikan Karakter Solusi Tepat Untuk Membangun Bangsa,Bogor : Indonesia Heritage Foundation.

-------------------------, 2005. Yang Terbaik Untuk Buah Hatiku, Bandung : MQS Publishing.

------------------------, 2005. Pendidikan Yang  Patut dan Menyenangkan, Bogor : Indonesia Heritage Foundation.

------------------------, 2007 Semua Berakar Pada Karakter “ Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Megawangi,Ratna DKK, 2008. Pendidikan Holistik. Bogor: Indonesia Heritage Foundation.

Mahmud, 2010. Psikologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.
Mu’in, ,Fatchul, 2011. Pendidikan Karakter Kontruksi Teoretik & Praktik, Jogyakarta : Ar- ruzz Media.

Nawawi. Imam,2006; Ringkasan Riyadhush Shalihin, Bandung : Irsyad Baitus Salam.

1 komentar: