BAB I
PENDAHULUAN
Karakter suatu Bangsa merupakan aspek
penting yang mepengaruhi perkembangan sosial ekonomi, Masyarakat yang memiliki
kualitas karakter yang tinggi akan memiliki keinginan yang kuat untuk
meningkatkan kualitas bangsanya.
Menurut Ratna Megawangi, (2007:3)
mengatakan : “Perkembangan karakter yang terbaik adalah pada anak usia dini.
Jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan
menjadi orang yang bermasalah.”
Mempersiapkan anak adalah sebuah
strategi investasi manusia yang sangat tepat sebab populasi anak-anak berjumlah
hanya sebagian kecil dari total populasi , tapi menentukan 100 % dari masa
depan, maka kegagalan guru atau orangtua dalam mendidik anak Usia Dini sama
dengan pembunuhan karakter.
Ironisnya, masih banyak kita temui
asumsi-asumsi masyarakat di lingkungan, bahwa anak dikategorikan cerdas jika
dia cerdas matematikanya. Kecerdasan IQ
menjadi bahan utama untuk menilai seorang anak dikatagorikan cerdas padahal
kecerdasan Logika hanyalah 0,11 % dari kecerdasan multiple. Diantara faktor
pemicu adanya ketimpangan pola pikir
tersebut adalah belum tersentuhnya makna pendidikan yang menyenangkan.
Seorang anak kecil berlari menangis, dan
memeluk ibunya seperti orang ketakutan, ternyata ia merasa bersalah karena
tanpa sengaja menendang bola dan mengenai jendela sekolah sehingga kacanya
pecah.
Ilustrasi tersebut diatas adalah menggambarkan empati
yang dimiliki seseorang, namun rasa empati ini bisa hidup terus atau hilang tergantung bagaimana seseorang dididik
dan dibesarkan oleh lingkungannya. Lingkungan atau budaya yang penuh kekerasan
ternyata dapat mempengaruhi perkembangan rasa empati anak.
Manusia memang bisa berperilaku seperti
hewan, karena secara biologis manusia mempunyai batang otak (brain stem) dan
otak tengah seperti halnya hewan, sehingga bagian otak ini sering disebut juga
otak reptil. Perilaku hewani sangat ditentukan oleh pengaruh bagian otak ini.
Sebuah riset otak yang dilakukan oleh Dr. Bruce D. Perry menunjukkan bahwa
mereka yang mempunyai fungsi batang otak dan otak tengah dominan, cenderung
gemar melakukan kekerasan. Sebaliknya, fungsi bagian otak limbic (emosi/cinta)
dan korteks (berfikir) mereka lemah. Sedangkan manusia yang bijak adalah mereka
yang dapat menggunakan akalnya dengan baik serta mempunyai empati atau rasa
cinta yang tinggi, yang ditunjukan oleh fungsi otak korteks dan limbic yang
dominan
Kondisi ini juga cenderung dipengaruhi
oleh faktor kesenjangan antara kurikulum
di Pendidikan anak Usia Dini (PAUD)
dengan kurikulum pendidikan di Sekolah Dasar (SD) yang kurang relevan. Hal ini
berdampak negativ pada sikap pendidik dan orang tua yang cenderung
memarginalkan aspek karakter sebagai sebuah tujuan pendidikan yang kurang
penting.
Menurut Aristoteles sebuah masyarakat yang
budayanya tidak memperhatikan pentingnya mendidik good habits (melakukan kebiasaan berbuat baik), akan menjadi
masyarakat yang terbiasa dengan kebiasaan buruk.
Karena memang dalam system pendidikan
kita anak-anak sejak usia kelas 1 SD tampaknya tidak diwajibkan untuk melakukan
perbuatan moral, tetapi wajib untuk mengetahui dan menghafal moral (PKN dan
Agama). Apabila murid mencontek, berkelahi atau bolos, tidak akan mendapatkan
hukuman fatal tidak naik kelas, apalagi nilai Pkn dan agamanya bagus walaupun
hasil mencontek. Namun apabila nilai agama dan PKN merah, walaupun si murid
jujur, baik hati, dan tidak pernah bolos, ancaman fatal; tidak naik kelas.
Bahkan ada kesan anak-anak diajarkan
untuk mengetahui dan menghafal sesuatu yang tidak perlu dilakukannya. Misalnya,
seorang anak memilih jawaban “karena sesuai dengan sila ke 5, “ kita harus
menyantuni anak yatim”. Padahal ia tidak pernah melakukannya, atau melihat
orangtua atau gurunya melakukannya dalam tindakan nyata. Sehingga sejak kecil
kita terdidik untuk mempunyai komitmen, keteguhan hati, atau motivasi kuat
untuk melakukan apa yang kita tahu dan
katakan, karena dengan hanya mengetahui saja sudah mendapatkan pujian (dengan nilai yang bagus).
Penyebab matinya insting belajar pada
anak adalah sikap para orang tua dan guru yang salah dalam mendidik dan
memperlakukan anak serta system pembelajaran di sekolah yang tidak menarik
minat anak. Cara-cara belajar di rumah dan
sekolah yang sangat terstruktur (anak banyak diam) dan dipaksakan tidak
memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan mencelupkan dirinya
secara total dalam mengumpulkan informasi dan mengolahnya dalam pikiran mereka.
Cara belajar ini telah menyebabkan proses belajar anak menjadi tidak
menyenangkan sehingga anak menjadi tidak cinta belajar.
Penerapan konsep DAP (Developmentally
Appropriate Practices) dalam Bahasa Indonesia adalah pendidikan yang patut
sesuai dengan tahapan perkembangan anak merupakan konsep pendidikan anak yang memungkinkan para
pendidik memperlakukan anak sebagai
individu yang utuh (the whole child)
dengan melibatkan 4 komponen dasar yang ada pada diri anak yaitu
pengetahuan
(knowledge), ketrampilan (skill), sifat alamiah (dispositions) dan perasaan
(feelings). Pikiran, imajinasi, ketrampilan, sifat alamiah, dan emosi anak
bekerja secara bersamaan dan saling berhubungan.Apabila system pembelajaran di sekolah dapat
melibatkan semua aspek ini secara bersamaan, maka perkembangan
intelektual,social, dan karakter anak dapat terbentuk secara simultan. Penerapan
DAP di kelas dapat membuat suasana belajar yang lebih menyenangkan bagi anak,
sehingga anak-anak tidak mengalami tekanan dan stress seperti halnya pada kelas
tradisional yang sering membuat anak tidak menyenangi sekolah ( Ratna
Megawangi,2007: 3)
Ratna
Megawangi adalah seorang praktisi pendidikan yang lebih dikenal sebagai tokoh
Gender telah mempelopori dan mengembangkan sebuah kurikulum Pendidikan Holistik
Berbasis Karakter untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Keprihatinan beliau
atas terpuruknya bangsa Indonesia dimata
dunia sebagai bangsa yang dulu dikenal bermartabat dan ramah tamah, namun
fakta-fakta riil sekarang, tentang tingginya tingkat korupsi, tawuran antar
kelompok yang melanda masyarakat luas maupun di lingkungan akademisi, kenakalan
remaja sebagai pengguna narkoba maupun penyimpangan-penyimpangan lain yang
terjadi adalah perwujudan dari karakter bangsa Indonesia dimasa sekarang,
Situasi dan kondisi demikian sangatlah erat
keterkaitan dari peranan guru dan orang tua yang gagal dalam mendidik anak di usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Kata
karakter diambil dari bahasa Inggris
Character,
yang berasal dari bahasa Yunani charassein yang berarti mengukir sehingga
terbentuk sebuah pola . Awalnya kata ini digunakan untuk menandai hal yang
mengesankan dari koin (keping uang). Belakangan
character
digunakan sebagai istilah umum untuk
mengartikan hal yang berbeda, antara satu
hal dan yang lainnya, dan akhirnya digunakan untuk menyebutkan perbedaan
kualitas seseorang dengan lainnya (Fatchul Mu’in, 2011:162)
Kata
karakter (watak) juga bermakna “to mark” asal kata dari Yunani yang bermakna
menandai, yaitu menandai tindakan atau tingkah laku seseorang.
Sehingga seseorang dapat disebut sebagai orang yang berkarakter (a
person of character)
apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral (Ratna Megawangi, 2007:83)
Kata yang setara
maknanya dengan karakter adalah akhlaq.
Akhlaq berasal dari bahasa Arab Akhlaq (ﺎخلق) bentuk
jama’ dari mufrodnya Khuluqu (خلق) yang seringkali
diartikan dengan “budi pekerti”. (Kartini kartono, 1992 : 26)
Kata-kata
yang sering disejajarkan maknanya dengan karakter adalah moral dan etika, Kata-kata ini mengandung
arti budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun
Pada
dasarnya secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa,
yakni sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai
baik dan buruk. Akan tetapi dalam
aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk
mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur untuk
menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
Etika
memandang perilaku secara universal, sedang moral memandangnya secara lokal . Adapun karakter lebih ditekankan
pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Jadi karakter
lebih mengarah pada sikap dan perilaku manusia.
Pengertian
Pendidikan sebagaimana lazimnya digunakan oleh pakar pendidikan mengandung arti
mendewasakaan manusia untuk mencapai tujuannya. Adapun Konsep Pendidikan
Karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya.
(
Ratna Megawangi, 2004:23)
Terutama
saat ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education. Melalui buku ini, ia
menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Thomas Lickona (
2004: 102 ) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut :
Pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok,
yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the
good), dan melakukan kebaikan (acting the good).
Pendidikan Karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang
salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang yang
baik sehingga siswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Jadi
pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan Pendidikan Akhlaq atau
Pendidikan Moral.
Pendapat
Russel Williams tentang Pendidikan karakter sebagaimana yang dikutip Ratna
Megawangi (2007:83) yaitu :
Pendidikan
Karakter adalah ibarat otot dimana otot-otot karakter akan menjadi lembek
apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh jika sering dipakai.
Seperti seorang Binaragawan (body builder) yang terus menerus berlatih untuk
membentuk ototnya. Demikian juga dengan otot-otot karakter akan terbentuk
dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit)
Pendidikan
karakter bukan saja membentuk seorang anak memiliki kepribadian yang baik, akan
tetapi pendidikan karakter sangat menunjang kematangan intelekualnya. Sejarah mencatat banyak para
pemimpin atau tokoh yang sukses dilatar belakangi oleh karakter baik yang
dimilikinya. Sehingga kepribadian
seseorang akan menjadi
cerminan atas karakternya. Begitu pula karakter suatu bangsa yang rusak akan
menjadi cerminan seperti apa masyarakatnya.
Sumber
utama untuk menentukan karakter dalam islam, apakah termasuk karakter yang positif atau
karakter yang negatif, sebagaimana keseluruhan ajaran islam lainnya,
adalah al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Baik dan buruk dalam karakter islam ukurannya adalah baik dan
buruk menurut kedua sumber tersebut, bukan baik dan buruk menurut ukuran
manusia, maka baik dan buruk itu bisa
berbeda-beda. Seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi
orang lain belum tentu menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang
menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa saja menyebutnya
baik. Ratna Megawangi tergerak untuk mengembangkan pendidikan karakter dengan
landasan pada As Sunnah nabi ,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad :
Artinya : “ Sesungguhnya aku diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq mulia”,
Nur Uhbiyati (1996:148)
B.
Urgenitas Pendidikan Karakter
Terdapat sejumlah masalah
yang melatar belakangi perlunya menggagas pendidikan Holistik Berbasis Karakter
sebagaimana yang diungkapkan oleh Ratna Megawangi selaku Direktur Eksekutif IHF
(Indonesia Heritage Foundation) sebagai berikut :
1. Sebagai dampak era globalisasi
2. Sebagai dampak dari budaya masyarakat
global dan masyarakat urban yang cenderung ingin serba cepat dan instan
3. Sebagai akibat sulitnya mendapatkan
kebutuhan hidup serta adanya budaya hipokrit yang menghalalkan segala cara
4. Sebagai akibat dari suasana kehidupan yang makin individualistik
5. Munculnya gejala perasaan hidup yang
kurang bermakna sebagai akibat dari pandangan hidup yang terlampau menekankan
aspek materi.
6. Pelaksaan pendidikan yang cenderung
mengutamakan aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik.
7. Bahwa dalam merancang dan merumuskan
konsep pendidikan kurang melibatkan berbagai pendekatan yang bersifat holistik,
terutama pendekatan Agama dan Filsafat
C.
Pendekatan Pendidikan Holistik Berbasis Karakter
Pendidikan
Holistik Berbasis Karakter (PHBK) digagas oleh Ratna Megawangi yang di
kembangkan melalui IHF (Indonesia Heritage Foundation). PHBK bertujuan
memberikan kebebasan siswa didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara
intelektual, tetapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara
keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang
mampu mengangkat harkat bangsa, mewujudkan manusia yang utuh merdeka yang hidup
lahir batinnya tidak bergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas
kekuatan sendiri
Karakteristik
Pendidikan Holistik Berbasis Karakter adalah menggunakan pendekatan
pembelajaran yang sangat efektif yaitu:
a.
Explicite
Character Education (kurikulum Explisit)
Pendekatan
Explicite Character Education adalah upaya penanaman karakter kepada siswa
melalui pengaliran 9 Pilar Karakter yang
diterapkan secara explisite dari kurikulum Pendidikan Nasional dalam bentuk modul karakter.
Adapun
9 nilai karakter tersebut adalah :
1)
Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya
2)
Kemandirian dan Tanggungjawab
3)
Kejujuran/ Amanah dan Bijaksana
4)
Hormat dan Santun
5)
Dermawan, suka menolong dan gotong
royong
6)
Percaya diri, kreatif dan pekerja keras
7)
Kepemimpinan dan Keadilan
8)
Baik dan Rendah hati
9)
Toleransi, kedamaian dan kesatuan
b.
Praktek
(pembelajaran) yang sesuai dengan perkembangan
Pengertian
luas Developmentally Appropriate practices adalah Pendidikan yang patut dan
menyenangkan. Ada 3 (tiga) dimensi dalam pendidikan yang patut ini yaitu
1)
Patut menurut umur ; sesuai dengan tahap
perkembangan anak
2)
Patut secara sosial dan budaya; sesuai
dengan pengalaman belajar yang bermakna,
relevan, dan sesuai dengan sosial budaya.
3)
Patut secara individual; sesuai dengan
pertumbuhan dan karakteristik anak, kelebihannya, ketertarikannya dan
pengalamannya.
Penerapan
konsep DAP dalam pendidikan sangat memungkinkan para pendidik untuk
memperlakukan anak sebagai individu yang utuh dengan melibatkan 4 (empat)
komponen : Knowleadge
(pengetahuan),
skill (ketrampilan), disposition (sifat alamiah), dan feeling (perasaan).
Keempat
komponen inilah yang oleh Ratna Megawangi dianggap dapat mempertahankan
dan meningkatkan gairah semangat
anak-anak untuk belajar.
c.
Kecerdasan
Majemuk
Konsep
Multiple Intellegences sangat berbeda dengan paradigma masyarakat yang
beranggapan bahwa cerdas identik dengan orang yang mempunyai IQ tinggi.
Kecerdasan
manusia adalah kombinasi dari berbagai kemampuan umum dan spesifik. Ada sembilan aspek kecerdasan
manusia yaitu :
1.
Kecerdasan Gambar/Spatial
(visual-spatial intellegence)
Kemampuan dalam memvisualisasikan
fenomena dalam bentuk gambar..
2. Kecerdasan Interpersonal (interpersonal
intelligence)
Ciri
orang yang memiliki kecerdasan ini
adalah mudah bergaul dengan orang lain. Mereka
yang cerdas dalam bidang ini biasanya
mampu membaca perasaan orang lain melalui nada bicara seseorang , gerak tubuh,
dan ekspresi wajah. Biasanya juga mudah menyelesaikan konflik dengan orang
lain.
3.
Kecerdasan Kinestetik, atau Fisik
(body-kinesthetic intelligence)
Ciri
orang yang memiliki kecerdasan ini adalah cepat mempelajari dan menguasai
kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik, baik motorik kasar
4. Kecerdasan Verbal-Bahasa (verbal-linguistic
intelligence)
Kecerdasan
ini dicirikan dengan kemampuan mengekspresikan
pikiran secara verbal, mudah mengingat nama atau sesuatu, dan mampu
menulis dengan baik.
5.
Kecerdasan Intrapersonal / Mengenal Diri
Sendiri (intrapersonal inteligence)
Ciri
orang yang memiliki kecerdasan ini adalah mengenali perasaan diri . mereka yang
cerdas di bidang ini umumnya dapat
menghayati puisi, drama, bermeditasi, menulis jurnal dan bercerita
6.
Kecerdasan Musik (musical intelligence)
Orang
yang cerdas di bidang ini sangat sensitif terhadap bermacam-macam bunyi, dan
cepat mempelajari berbagai jenis musik, lagu, dan alat-alat musik.
7. Kecerdasan Mempelajari Alam (naturalist
intelligence)
Orang
yang cerdas di bidang ini cepat
mempelajari fenomena alam, biologi, mengamati dan membaca kehidupan tumbuhan,
binatang, serta gemar akan kegiatan
pecinta alam
8. Kecerdasan Logika-Matematika
(mathematical-logical intelligence)
Orang
yang cerdas dalam bidang ini cepat
mempelajari angka, mengelompokkan, membuat hipotesis, dan berfikir logika
lainnya.
9.
Kecerdasan Spiritual (existential
intelligence)
Kecerdasan
ini dicirikan dengan kemampuan berfikir mendalam tentang makna dan arti hidup,
dan mempertanyakan “mengapa kita hidup”, “mengapa kita mati”. Termasuk pula
kemampuan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan dan saling
terkait dengan yang lainnya.
d.
Pembelajaran
Ramah Otak
(metode pembelajaran sesuai dengan pengoperasian
struktur dan fungsi otak)
Manusia
mempunyai kemampuan alam untuk belajar, asalkan tidak bertentangan dengan
prinsip bekerjanya struktur dan fungsi otak. Sistem sekolah tradisional
(kurikulum lama) sering tidak sesuai dengan prinsip alam ini, sehingga justru
menghambat proses belajar”.
e.
Pembelajaran
Terpadu
Integrated
Learning atau pembelajaran terintegrasi/
terpadu merupakan suatu pembelajaran yang memadukan berbagai materi dalam satu
sajian pembelajaran.
f.
Pembelajaran
Koperatif / bekerjasama
Cooperative
learning adalah siswa bekerja bersama-sama, berhadapan muka dalam kelompok
kecil dan melakukan tugas yang sudah tersetruktur dengan tujuan agar siswa
mengerti secara mendalam tentang materi yang dipelajarinya.
g.
Pembelajaran
Berbasis Pertanyaan
Inquiry-
based Learning adalah pendekatan yang merangsang minat anak atau rasa keingin
tahuan anak
Sebagai
ciri khas dari metode ini adalah materi yang diberikan akan merangsang minat
anak, baik dalam bentuk pertanyaan, keingin tahuan dan keinginan untuk pmencoba atau untuk
membuat eksperimen.
BAB III
PENUTUP
1.
Konsep Pendidikan Karakter mulai
dikenalkan sejak tahun 1900-an oleh Thomas Lickona, ia menulis buku berjudul
The Return of Character
Education. Melalui buku ini, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya
pendidikan karakter.
Pendidikan karakter mengandung tiga unsur
pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving
the good), dan melakukan kebaikan (acting the good). Pendidikan Karakter tidak sekedar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari
itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang yang baik sehingga siswa paham, mampu merasakan,
dan mau melakukan yang baik. Jadi pendidikan karakter membawa misi yang sama
dengan Pendidikan Akhlaq atau Pendidikan Moral.
2. Yang
melatar belakangi pendidikan karakter adalah terjadinya dehidrasi moral dan
krisis kepercayaan yang mewabah bangsa Indonesia yang dulu dikenal sebagai
bangsa yang ramah dan berbudaya santun. Pengaruh budaya dan tekhnologi barat di
era globalisasi merupakan fakor penting yang harus di antisipasi agar tidak
menjadi kemunduran bangsa Indonesia.
3. Model
Pendidikan Holistik Berbasis Karakter bertujuan memberikan kebebasan siswa
didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tetapi juga
memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta
manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa,
mewujudkan manusia yang utuh merdeka yang hidup lahir batinnya tidak bergantung
kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri dengan
menggunakan pendekatan model pembelajaran yang efektif dan integral serta
mengutamakan konsep DAP dan lainny
DAFTAR
PUSTAKA
Ash Shiddiqi.Hasbi,1971, Al Qur’an dan terjemahannya.Jakarta
Departemen Agama Republik Indonesia .
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka
Setia
Darajat,Zakiah. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Jurnalnet.com (2004) Sosok Ratna Megawangi, www.Jurnalnet.com//content.php & Nama : Populer
& Topik : 6 Rid 7 ( 16 Oktober 2012)
Kartono, Kartini. 1992. Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis. Bandung:
Irsyad baitus salam.
Megawangi, Ratna.2004. Pendidikan Karakter Solusi Tepat Untuk
Membangun Bangsa,Bogor : Indonesia Heritage Foundation.
-------------------------, 2005. Yang Terbaik Untuk Buah Hatiku,
Bandung : MQS Publishing.
------------------------, 2005. Pendidikan Yang Patut dan Menyenangkan, Bogor : Indonesia
Heritage Foundation.
------------------------, 2007 Semua Berakar Pada Karakter “
Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Megawangi,Ratna DKK, 2008. Pendidikan Holistik. Bogor: Indonesia
Heritage Foundation.
Mahmud, 2010. Psikologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.
Mu’in, ,Fatchul, 2011. Pendidikan Karakter Kontruksi Teoretik &
Praktik, Jogyakarta : Ar- ruzz Media.
Nawawi. Imam,2006; Ringkasan Riyadhush Shalihin, Bandung : Irsyad
Baitus Salam.
LEBIH BAIK KALAU DIMUAT SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KARAKTER
BalasHapus